Kumite secara harfiah berarti "pertemuan tangan". Kumite dilakukan oleh murid-murid tingkat lanjut (sabuk biru atau lebih). Tetapi sekarang, ada dojo yang mengajarkan kumite pada murid tingkat pemula (sabuk kuning). Sebelum melakukan kumite bebas (jiyu Kumite) praktisi mempelajari kumite yang diatur (go hon kumite) atau (yakusoku kumite). Untuk kumite aliran olahraga, lebih dikenal dengan Kumite Shiai atau Kumite Pertandingan.
Untuk aliran Shotokan di Jepang, kumite hanya dilakukan oleh siswa yang sudah mencapai tingkat dan (sabuk hitam). Praktisi diharuskan untuk dapat menjaga pukulannya supaya tidak mencederai kawan bertanding. Untuk aliran full body contact seperti Kyokushin, praktisi Karate sudah dibiasakan untuk melakukan kumite sejak sabuk biru strip. Praktisi Kyokushin diperkenankan untuk melancarkan tendangan dan pukulan sekuat tenaganya ke arah lawan bertanding. Untuk aliran kombinasi seperti Wado-ryu, yang tekniknya terdiri atas kombinasi Karate dan Jujutsu, maka Kumite dibagi menjadi dua macam, yaitu Kumite untuk persiapan Shiai, dimana yang dilatih hanya teknik-teknik yang diperbolehkan dalam pertandingan, dan Goshinjutsu Kumite atau Kumite untuk beladiri, dimana semua teknik dipergunakan, termasuk jurus-jurus Jujutsu seperti bantingan, kuncian dan menyerang titik vital.
Pada awalnya hanya dikenal Kata sebagai satu – satunya bentuk kompetisi yang dikenal dalam Karate di era tradisional. Baru pada tahun 1920-an dimulai usaha perumusan bentuk baku dari apa yang kita kenal sekarang sebagai Kumite dengan mengadopsi model pertandingan Kendō dan Judō.
Karena bersumber / berpatokan pada Budō maka secara otomatis dalam pemahaman secara keseluruhan Kumite bersandar pada lima konsep filosofis tradisional Zen , yaitu :
1. Ma-ai
2. Tsukuri
3. Kake
4. Kuzushi
5. Senryaku / Senjutsu
1. Ma-ai , adalah konsep jarak yang dianggap penting sekali bagi orang Jepang bahkan dalam aspek kehidupan sehari – hari pun. Seorang yang bisa memahami secara baik konsep ini akan mampu menembus sebuah celah yang paling kecil sekalipun karena ia dapat memanfaatkan peluang waktu secara tepat. Dalam penerapannya pada sebuah pertarungan dikenal adanya tiga macam Ma-ai , yaitu :
a. To-ma , jarak yang terlalu jauh dengan lawan.
Dalam jarak seperti ini hal yang seharusnya dilakukan adalah selalu serileks mungkin sambil mulai membaca lawan secara global.
b. Juban no ma , jarak yang sempurna dengan lawan.
Dalam jarak yang seperti ini hal yang seharusnya dilakukan adalah sudah siap mebuat sebuah keputusan pasti apabila berlanjut ke arah Chika-ma. Bila terlalu lama berada pada Juban no ma tanpa memiliki sebuah keputusan apa pun lebih baik bergerak kembali ke arah To-ma.
c. Chika-ma , jarak yang terlalu dekat dengan lawan.
Dalam jarak yang seperti ini hal yang seharusnya dilakukan adalah siap menghadapi apa pun yang terjadi dengan segala resikonya dan jika telah memungkinkan melaksanakan sebuah teknik maka sangat disarankan kembali secepatnya ke arah Juban no ma atau bahkan ke arah To-ma.
2. Tsukuri , adalah konsep kesiapan fisik tubuh secara total dengan penerapan utama dalam hal melakukan serangan, serangan balik maupun memindahkan tubuh.
3. Kake , adalah konsep yang menekankan pentingnya faktor variasi dalam melakukan teknik pada sebuah serangan.
4. Kuzushi , adalah konsep yang menggambarkan keadaan pikiran yang bebas dari seluruh perasaan yang tertekan sehingga memudahkan seseorang memanfaatkan kekuatan maupun posisi tubuh lawannya dalam melakukan serangan yang efisien.
5. Senryaku / Senjutsu , adalah konsep tentang strategi pertarungan yang berdasarkan inisiatif / insting. Ada beberapa model yang dikenal yang bisaanya menjadikan seseorang bertipe tertentu dalam model Kumite modern :
a. Sen no sen , berarti siaga untuk mengantisipasi serangan.
b. Go no sen , berarti melakukan tangkisan terhadap serangan dan segera melancarkan sebuah serangan balik.
c. Sen - ken , berarti melakukan gerakan untuk mengantisipasi gerakan lawan.
d. Tai no sen , berarti inisiatif yang baru diambil seseorang yang bertahan apabila lawannya mulai menyerang.
e. Sakki , berarti inisiatif yang paling tertinggi tingkatannya karena seseorang mampu “membaca” rencana pergerakan lawannya dan mampu melakukan serangan terlebih dahulu sebelum lawannya melancarkan sebuah serangan.
Dalam kaitan dengan Budō juga haruslah diketahui dengan baik apa yang disebut sebagai Kyusho ( titik – titik vital pada tubuh ) yang menjadi sasaran dari Atemi ( serangan yang sempurna dan terfokus ). Atemi yang maksimal akan menghasilkan rasa sakit yang luar bisaa , dan untuk itu diperlukan sebuah metode tradisional yang disebut Kuatsu ( terapi pemijatan pada titik – titik tertentu yang berfungsi untuk menetralisir rasa sakit yang diakibatkan Atemi ).
Dalam konsep Kumite Karate modern ada 8 unsur yang harus dikuasai seorang peserta dalam sebuah kompetisi :
1. Semangat yang teguh
2. Teknik yang baik
3. Kecepatan
4. Waktu & Jarak yang tepat
5. Kestabilan tubuh, pernafasan dan tenaga
6. Kesadaran ( Zanshin )
7. Konsentrasi & Fokus
8. Sportifitas mental
Kumite adalah bagian karate yang merupakan hal baru, pada saat Bapak Karate Gichin Funakoshi hidup, tidak ada latihan kumite, yang beliau ajarkan terbatas hanya Kihon dan Kata. Setelah Beliau wafat dan anaknya mengajarkan karate, dan ketika karate mulai diajarkan disejumlah universitas di Jepang, mulailah Kumite dan Kompetisi menjadi popular.
Merupakan kesalahan besar jika kita menganggap latihan kumite diatas segalanya, Masatoshi Nakayama, Dan IX, mengatakan bahwa didalam Kata kita telah berlatih dengan musuh yang dibayangkan, hanya gerakan tubuh dan menggunakan lebar jarak dalam teknik menyerang dan menangkis.
Kumite akan mengingatkan kita pada hal-hal yang kecil tetapi merupakan hal penting yang terkandung dalam karate. Oleh karena itu tanpa pengusaan Kihon dan Kata yang baik , kita tidak akan dapat melakukan Kumite dengan baik.
Jika teknik karate digunakan dengan paksaan/tidak natural atau dengan jalan kekuatan, tubuh akan menjadi rusak dan jika teknik kata menjadi rusak ketika diaplikasikan, maka latihan Kumite tidak akan mencapai tujuannya. Dengan kata lain, pengenbangan latihan Kumite berhubungan secara langsung dengan pengembangan dalam Kata. Keduanya berjalan bersama-sama seperti tangan yang memakai sarung tangan.
Etika dan sikap hormat kepada pasangan latihan kumite harus diperlihatkan selama melakukan praktek kumite. Ketika latihan Kihon (dasar) di Dojo, karateka harus melangkah kedepan dengan kecepatan dan tenaga, teriakan “Kiai” memperlihatkan semangat yang baik. Ketika berlatih Kumite di Dojo, karateka melakukan gerakan melangkah kebelakang untuk memperlihatkan sikap hormat dan terimakasih kepada pasangan yang telah membantunya dalam latihan mereka. Latihan kumite dimulai dan diakhiri oleh masing-masing pasangan dengan sikap Musubi-Dachi (sikap berdiri, tumit menyentuh lantai dan ujung kaki membentuk sudut 45°, tangan terbuka dan menyentuh bagian luar paha) berhadap-hadapan dan saling memberi hormat (membungkukkan badan).